Rabu, 03 April 2024

Syekh Mahfudz at-Tarmasi

 


A. 
Biografi Syekh Mahfudz at-Tarmasi

Syekh Mahfudz at-Tarmasi dilahirkan pada tanggal 12 Jumadil Ula (25 Rajab) tahun 1258 H/ 31 Agustus 1842 M, di Desa Tremas Kecamatan Arjosari, Pacitan, Jawa Timur (yang kala itu Desa Tremas masih termasuk wilayah Karasidenan Solo Jawa Tengah). Beliau lahir dengan diberi nama lengkap Muhammad Mahfudz bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Manan bin Dipomenggolo at-Tarmasi al-Jawi yang kerap disapa dengan panggilan Syekh Mahfudz at-Tarmasi. At-Tarmasi merupakan penisbatan dari asal kelahirannya yaitu Desa Tremas Arjosari Pacitan. Dalam akhir hayatnya, beliau wafat di Mekah pada tanggal 1 Rajab pada malam Senin tahun 1338 H / 20 Mei 1920 M saat usia 53 tahun dan dimakamkan di Maqbaroh al-Ma’la.

Pada saat Syekh Mahfudz dilahirkan, ayahnya sedang menunaikan ibadah haji dan sekaligus menimba ilmu di Mekah. Beliau berasal dari keluarga keturunan Pondok Pesantren Tremas Pacitan yang didirikan oleh kakeknya, yakni Kiai Abdul Manan. Pada tahun 1872 M/1291 H., Syekh Mahfudz yang baru berumur enam tahun, oleh ayahnya dibawa ke Mekah untuk bermukim di sana. Selama kurang lebih enam tahun tinggal di Mekah, tentunya memberikan pengaruh dalam membentuk perjalanan intelektualnya. Masa kecil Syekh Mahfudz dibesarkan di lingkungan Pesantren Tremas yang diasuh oleh ayahnya, yaitu Kiai Abdullah. Tradisi pesantren yang setiap harinya menghadirkan nuansa keilmuan, tentunya sangat mempengaruhi kepribadiannya akan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.

Melihat kemampuan yang dimiliki Syekh Mahfudz, ayahnya menitipkan beliau di pesantren KH. Shaleh Darat (1820-1903 M) di Semarang. Pesantren Darat ini termasuk kategori pesantren yang besar yang memiliki ratusan santri, bahkan beberapa tokoh ternama pernah nyantri di pesantren tersebut, di antaranya seperti: KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, K. Amir Brebes, K. Idris Solo, KH. Moenawir Krapyak, KH. Dalhar Watucongol, KH. Asnawi Kudus, KH. Dimyati dan KH. Dahlan.

Di Pesantren KH. Shaleh Darat inilah Syekh Mahfudz mempelajari beberapa kitab, di antaranya adalah: Tafsir Jalalain, Syarh Syarqawi ‘ala al-Hikam, Wasilah al-Tullab dan Syarh al-Maridini li al-Falaq. Setelah nyantri di Pesantren Darat, beliau merasa rindu akan nuansa di Mekkah dan ingin kembali ke sana. Akhirnya pada tahun 1308 H, Syekh Mahfudz berangkat ke Mekah untuk yang kedua kalinya. Suasana religius yang pernah dirasakan pada masa kecilnya, memberikan energi dan semangat baru untuk mendalami ilmu agama.

Selama tinggal di Mekah, Syekh Mahfudz banyak mengunjungi berbagai tempat pengajian guna mendalami ilmu agama. Di Mekah, beliau berguru dengan Syekh Muhammad Syatha al-Makki, seorang guru yang cukup ternama kala itu, bahkan beliau diangkat menjadi bagian dari keluarga gurunya sekaligus diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil Haram. Padahal pada masa itu, tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapat ijazah dan mengajar di sana. Menurut Syekh Yasin al-Fadani, Syekh Mahfudz mendapat gelar ‘Allamah (sangat alim), al-Muhaddits (ahli hadis), al-Musnid (mata rantai sanad hadis), al-Faqih (ahli Fiqh), al-Ushuli (ahli Ushul), dan al-Muqri’ (ahli Qira’at). Beliau termasuk salah satu ulama’ nusantara yang telah menorehkan karya-karyanya dalam bahasa Arab.

Sebagai seorang muhaddits, Syekh Mahfudz memainkan peran yang sangat besar dalam jaringan keilmuan ulama di Nusantara. Banyak ulama Indonesia pernah menimba ilmu darinya seperti: Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri, Syekh Ihsan al-Jampasi, KH. Makshum Lasem, Umar bin Hamdan al-Mahrasi dan masih banyak lagi ulama’ yang lainnya.

B.    Karya-karya Syekh Mahfudz At-Tarmasi

Lantaran keilmuannya yang diakui oleh ulama-ulama di Tanah Arab, Syekh Mahfudz menjadi guru besar ilmu-ilmu keislaman di Mekah. Di samping itu, beliau menulis banyak karya dalam bahasa Arab di berbagai bidang keilmuan. Di bidang hukum Islam, Syekh Mahfudz menulis kitab Hasyiyah Attarmasi setebal tujuh jilid. Hingga kini, kitab tersebut dijadikan rujukan di banyak institusi keagamaan Islam di berbagai belahan dunia. Kemudian pada bidang ilmu periwayatan hadits, Syekh Mahfudz menulis kitab Manhaj Dzawin Nadzar Syarah Mandzumah Ilmu Al-Atsar yang sampai saat ini tidak henti-hentinya dicetak dan dikaji di beberapa negara. Sementara di bidang tafsir Al-Qur’an, Syekh Mahfudz menulis satu karya, yaitu Fathul Khabir Syarah Miftahut Tafsir

Selain dikenal sebagai pakar hukum Islam, ilmu hadits, dan ushul fikih, Syekh Mahfudz dikenal sebagai pakar ilmu Qira'at Al-Qur’an. Beliau menulis kitab Ghunyatut Thalabah Syarah ala Mandzumat at-Thayyibah fi Qiraatil Asyrah. Sampai sekarang, kitab tersebut dijadikan sebagai kitab acuan wajib kuliah di Fakultas Al-Qur’an Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. 

C.    Kontribusi Syekh Mahfudz At-Tarmasi dalam Mengembangkan Hadis di Indonesia

Syekh Mahfudz at-Tarmasi dikenal sebagai salah satu ulama’ ahli hadis, baik di kalangan nusantara maupun kancah penjuru dunia. Kegemilangannya dapat dilihat dari karya-karya yang berhasil dibukukan. Salah satu karyanya di bidang hadis dan ulumul hadis disusun dengan ciri khas dan keunikannya tersendiri, di mana kitab tersebut disusun dengan menyertakan sanad beliau dari bidang ilmu yang akan ditulisnya, bahkan saat menyusun kitab al-Minhah al-Khairiyah, beliau mengutamakan hadis-hadis dengan sanad yang tinggi.

Atas kegigihan dan keuletannya, beliau diakui sebagai seorang isnad (mata rantai) yang sah pada urutan ke 23 dalam tranmisi intelektual pengajaran Shahih Bukhari. Ijazah ini berasal dari Imam Bukhari sendiri lalu diserahkan secara barantai melalui 23 generasi ulama yang telah menguasai Shahih Bukhari. Sebagaimana pernyataan Syekh Mahfudz sendiri, bahwa kemurnian isnad adalah hal yang sangat menyakinkan bagi mereka yang menguasai ilmu pengetahuan.

Menurut Syekh Mahfudz, ilmu hadis merupakan sentral atau tempat kembalinya segala ilmu pengetahuan sehingga mutlak dibutuhkan. Misalnya ilmu fikih dalam menentukan suatu hukum akan merujuk kepada hadis Nabi. Bahkan al-Qur’an juga membutuhkan penjelasan dari Hadis, oleh karena itu sangat pentingnya mengetahui sanad hadis. Kemudian beliau mengutip ungkapan Ibnu Sirin bahwa isnad adalah agama. "Barang siapa yang tidak mengetahui isnad, berarti ia tidak mengetahui agama. Dengan mengetahui isnad, maka tidak akan terjebak dengan hadis dha’if (lemah) dan bahkan maudhu’ (palsu)." Bahkan Syekh Mahfudz mengingatkan akan bahayanya menyampaikan hadis yang tidak jelas sumbernya atau bahkan palsu dengan merujuk pada sabda Nabi saw. "Barang siapa yang berdusta dengan dan atau atas namaku, maka tempatnya yang paling layak adalah di Neraka."

Salah satu dari kesekian banyak silsilah isnad at-Tarmasi dalam bidang hadis adalah isnadnya hingga Imam Bukhari sebagaimana yang beliau tulis dalam kitab Kifayah al-Mustafid, isnad tersebut adalah sebagai berikut; Syekh Mahfudz bin Abdullah at-Tarmasi dari Syekh Muhammad Shatha al-Makky dari Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan dari Syekh Utsman bin Hasan al-Dimyati dari Syekh Muhammad bin Ali bin Manshur al-Syanwani dari Syekh Aba al-Azaim Isa bin Ahmad al-Barawi dan Syekh Ahmad al-Dafri dari Syekh Salim bin Abdullah Al-Basri dari Syekh Abdullah bin Salim al-Basri dari Syekh Muhammad bin Ala al-din al-Babili dari Syekh Salim Muhammad bin al-Sanhuri dari Syekh al-Najm Muhammad bin Ahmad al-Ghaiti dari Syekh Islam Abi Yahya Zakariya bin al-Anshri dari Syekh al-Hafid al-Syihabu al-Din Ahmad bin Hajar al-Asqalani dari Syekh Ibrahim bin Ahmad al-Tanuhi dari Syekh Abi al-Abbas Ahmad bin Thalib al-Hajar dari Syekh al-Husain bin al-Mubarik al-Zubaidi al-Hanbali dari Syekh Abu al-Waqt Abdu al-Awwal bin Isa bin Syuaib al-Sijziy al-Harawi dari Syekh Abi al-Hasan Abdu al-Rahman bin Mudhaffar bin Dawud al-Dawudi dari Syekh Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad al-Sarakhsi dari Syekh Abi Abdullah Muhammad bin Yusuf al-Firabri dari Syekh al-Imam al-Hafid Al-Hujja Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari.

Syekh  Mahfudz merupakan ulama Nusantara pertama yang mendunia sekaligus dikenal sebagai pembangkit ilmu dirayah hadis. Beliau mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan kajian hadis di Indonesia. Dalam menuangkan karya-karyanya, beliau sangat hati-hati. Setiap kali mengawali menulis karya, senantiasa membaca Basmalah dan diakhiri dengan Wallahu Ta’ala A’lam serta bermunajat kepada Allah.

     Baca juga 👉 https://bit.ly/BiografiSyekhYasinAlfadani
     ____________________________
     Referensi :
     [1] Laili Noor Azizah dan Istianah, "Kontribusi Muhammad Mahfudz At-Tarmasi Dalam                         Mengembangkan Hadis Di Indonesia", Jurnal Holistic, Vol. 8, No. 1, (2022).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar