Kamis, 25 April 2024

KH. Ma’shum Ahmad Lasem

 

A. Biografi KH. Ma’shum Ahmad Lasem

Nama asli KH. Ma’shum Lasem adalah Muhammadun (pemberian dari orang tuanya) yang lahir pada sekitar 1290 H atau 1870 M. Tahun kelahiran tersebut masih diperkirakan karena tidak ada yang mengetahui secara pasti tahun berapa beliau dilahirkan. Beliau adalah seorang ulama besar yang sejak masa mudanya sangat anti pada kolonialisme Belanda dan fasisme Jepang. Oleh karena itu, segala yang berbau Belanda dan Jepang ditentang oleh beliau. KH. Ma’shum Ahmad memiliki semangat menuntut ilmu yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan belajar dari beberapa guru, baik di Nusantara maupun Mekah.

KH. Ma’shum adalah putra ketiga dari pasangan Mbah Ahmad dan Nyai Qasimah. Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang yang cukup sukses dan juga termasuk seorang yang mempunyai bekal ilmu agama yang cukup. Pasangan Mbah Ahmad dan Nyai Qasimah dikaruniai tiga orang anak, dua di antaranya perempuan dan satu laki-laki, yaitu Nyai Zainab, Nyai Malicha dan Muhammadun (KH. Ma’shum Lasem). Dari jalur ayahnya, beliau masih mempunyai jalur keturunan dengan Sultan Minangkabau hingga sampai kepada Rasulallah.

B. Mendirikan Pesantren

KH. Ma’shum Ahmad adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Hidayah Lasem. Berawal dari mimpi, seperti disampaikan beberapa sumber (KH. Abdullah Faqih, H. Nasir Nawawi, serta H. Abrori Akwan (Lampung) yang meriwayatkan langsung dari KH. Ma’shum). KH. Ma’shum bermimpi bertemu dengan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan mendapatkan nasihat supaya meninggalkan perdagangan dan berganti mengajar. Mimpinya bertemu dengan Kanjeng Nabi itu terjadi selama beberapa kali. Hal tersebut berlangsung seolah terjadi dialog yang berkesinambungan, dalam rentang waktu yang panjang antara dirinya dengan Rasulullah. Setelah beberapa kali bermimpi, KH. Ma’shum bertanta-tanya :

1. Kalau saya mendirikan pesantren, lalu bagaimana saya mencari makan?

2. Kalau saya mendirikan pesantren, lalu bagaimana dengan pesantren Kiai Kholil (Pendiri dan Pengasuh pesantren An-Nur) yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumah saya? Apakah pesantren yang saya dirikan itu bisa diminati orang, toh didekat saya telah ada Kiai Kholil?

3. Kalau saya membuat pesantren, uang pembangunan dari mana?

4. Kalau saya telah mendirikan pesantren, yang saya ajarkan kepada para santri nanti kitab apa?

Melalui mimpi, Rasulullah masih menegaskan supaya beliau segera berhenti berdagang dan segera mengajar. Rasulullah juga “menjawab” kegelisahan beliau bahwa urusan makan, Allah yang telah, akan, dan senantiasa menjamin, Sedangkan urusan dana pembangunan, kamu (KH. Ma’shum) bisa meminta bantuan kepada orang lain sebagai salah satu upaya. Mengenai kegelisahan tentang kitab apa yang diajarkan kepada para santri nanti, dalam sebuah mimpi yang lain Rasulullah berpesan bahwa beliau dipersilahkan mengajarkan kitab apa saja, yang penting hal itu berurusan tentang keagamaan.

Pertama kali mendirikan pesantren yang dilakukan KH. Ma’shum adalah sebagaimana kebanyakan pesantren pada umumnya, yaitu memulai dengan memberikan pelajaran-pelajaran dengan mengambil tempat di musala yang telah ada di ndalem. Tidak ada informasi yang valid tentang siapa kali pertama yang membangun musala di ndalem tersebut, apakah KH. Ma’shum sendiri atau warisan dari orang tuanya. Bangunan musala tersebut masih berdiri tegak hingga sekarang, terdiri dari dua lantai; pertama berfungsi sebagai mushala dan tempat pengajian, sedangkan lantai kedua yang terbuat dari kayu difungsikan sebagai kamar para santri.

C. Kiprah Aktif KH. Ma’shum Ahmad Lasem

Ketika Nahdlatul Ulama (NU) dideklarasikan pada 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 M, KH. Ma’shum bersama KH. Kholil Masyhuri mewakili daerah Lasem untuk menghadiri peresmian organisasi keagamaa, tepatnya di Jalan Bubutan VI Surabaya. Menurut keterangan cucunya yaitu KH. Zaim Ahmad bahwa KH. Ma’shum merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau aktif di organisasi bersama KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab dan KH. Kholil. Kiprah beliau pasca berdirinya NU adalah dengan mendirikan cabang-cabang NU seperti di Lasem yang menjadi cabang NU ke 11.

D. Wafatnya KH. Ma’shum Ahmad Lasem

Sejak 14 Rabiul Awal 1392 H/ 28 April 1972, tepatnya jam 2 siang kesehatan KH. Ma’shum turun drastis. Hal tersebut terjadi selama beberapa bulan, tepatnya hingga September. Dan pada akhirnya 17 September 1972, KH. Ma’shum dirujuk ke rumah sakit dr. Karyadi Semarang. Selama 10 hari, beliau dirawat di rumah sakit tersebut di bawah pengawasan dr. Soetomo, dr. Harjono (seorang ahli penyakit dalam) dan dr. Chamidun.

Hampir satu bulan setelah beliau keluar dari rumah sakit, tepat di umur 102 tahun, dalam keadaan tenang pada Jum’at pukul 14.00, 12 Ramadhan 1392 M bertepatan dengan 20 Oktober 1972 H beliau wafat. Kemudian dikebumikan di komplek pemakaman Masjid Jami’ Lasem Rembang pada Sabtu 13 Ramadhan pukul 15.00. Meluapnya jumlah para peziarah yang datang untuk bertakziyah membuat prosesi salat jenazah dilakukan berulang-ulang.

Baca juga 👉http://bit.ly/BiografiKHalimaksumKrapyak

____________________________
Referensi :

[1] Luthfi Thomafi,  M. The Authorized Bioghraphy of KH. Ma’shum Ahmad (Mbah Ma’shum Lasem), (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2007).

[2] Chaidar, Sayyid.  Manaqib Mbah Ma’shum, (Yogyakarta: Pondok Mas, 2013).

[3] Izzati, Afina. Mbah Ma’shum Lasem, Ulama Karismatik Yang Terlupakan. https://ulamanusantaracenter.com

[4] Azmi, M. Shofa Ulul. Ayam Jago dari Tanah Jawa (KH. Ma’shum Lasem). https://www.suaramerdeka.com/nasional/pr-04111784/kh-mashum-lasem-ayam-jago-dari-tanah-jawa

[5] Bastomi, Hasan. "Pendidikan Pesantren dalam Pandangan KH. Ma’shum Ahmad Lasem",  INSANIA Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikanvol. 24 no. 2 (2019).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar