A. Biografi Syekh Mahfudz at-Tarmasi
Syekh Mahfudz at-Tarmasi
dilahirkan pada tanggal 12 Jumadil Ula (25 Rajab) tahun 1258 H/ 31 Agustus 1842
M, di Desa Tremas Kecamatan Arjosari, Pacitan, Jawa Timur (yang kala itu Desa
Tremas masih termasuk wilayah Karasidenan Solo Jawa Tengah). Beliau lahir dengan diberi nama lengkap Muhammad
Mahfudz bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Manan bin Dipomenggolo at-Tarmasi al-Jawi yang
kerap disapa dengan panggilan Syekh Mahfudz at-Tarmasi. At-Tarmasi merupakan
penisbatan dari asal kelahirannya yaitu Desa Tremas Arjosari Pacitan. Dalam
akhir hayatnya, beliau wafat di Mekah pada tanggal 1 Rajab pada malam Senin
tahun 1338 H / 20 Mei 1920 M saat usia 53 tahun dan dimakamkan di Maqbaroh
al-Ma’la.
Pada saat Syekh Mahfudz dilahirkan, ayahnya
sedang menunaikan ibadah haji dan sekaligus menimba ilmu di Mekah. Beliau
berasal dari keluarga keturunan Pondok Pesantren Tremas Pacitan yang didirikan
oleh kakeknya, yakni Kiai Abdul Manan. Pada tahun 1872 M/1291 H., Syekh
Mahfudz yang baru berumur enam tahun, oleh ayahnya dibawa ke Mekah untuk
bermukim di sana. Selama kurang lebih enam tahun tinggal di Mekah, tentunya
memberikan pengaruh dalam membentuk perjalanan intelektualnya. Masa
kecil Syekh Mahfudz dibesarkan di lingkungan Pesantren Tremas yang diasuh
oleh ayahnya, yaitu Kiai Abdullah. Tradisi pesantren yang setiap harinya
menghadirkan nuansa keilmuan, tentunya sangat mempengaruhi kepribadiannya akan
kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.
Melihat kemampuan yang dimiliki Syekh Mahfudz,
ayahnya menitipkan beliau di pesantren KH. Shaleh Darat (1820-1903 M) di
Semarang. Pesantren Darat ini termasuk kategori pesantren yang besar yang
memiliki ratusan santri, bahkan beberapa tokoh ternama pernah nyantri di
pesantren tersebut, di antaranya seperti: KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan,
K. Amir Brebes, K. Idris Solo, KH. Moenawir Krapyak, KH. Dalhar Watucongol, KH.
Asnawi Kudus, KH. Dimyati dan KH. Dahlan.
Di Pesantren KH. Shaleh Darat inilah Syekh Mahfudz
mempelajari beberapa kitab, di antaranya adalah: Tafsir Jalalain, Syarh
Syarqawi ‘ala al-Hikam, Wasilah al-Tullab dan Syarh al-Maridini li
al-Falaq. Setelah nyantri di Pesantren Darat, beliau merasa rindu
akan nuansa di Mekkah dan ingin kembali ke sana. Akhirnya pada tahun 1308 H,
Syekh Mahfudz berangkat ke Mekah untuk yang kedua kalinya. Suasana religius
yang pernah dirasakan pada masa kecilnya, memberikan energi dan semangat baru
untuk mendalami ilmu agama.
Selama tinggal di Mekah, Syekh Mahfudz banyak
mengunjungi berbagai tempat pengajian guna mendalami ilmu agama. Di Mekah,
beliau berguru dengan Syekh Muhammad Syatha al-Makki, seorang guru yang cukup
ternama kala itu, bahkan beliau diangkat menjadi bagian dari keluarga gurunya
sekaligus diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil Haram. Padahal pada masa
itu, tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapat ijazah dan
mengajar di sana. Menurut Syekh Yasin al-Fadani, Syekh Mahfudz mendapat gelar ‘Allamah
(sangat alim), al-Muhaddits (ahli hadis), al-Musnid (mata rantai
sanad hadis), al-Faqih (ahli Fiqh), al-Ushuli (ahli Ushul), dan al-Muqri’
(ahli Qira’at). Beliau
termasuk salah satu ulama’ nusantara yang telah menorehkan karya-karyanya dalam
bahasa Arab.
Sebagai seorang muhaddits, Syekh Mahfudz
memainkan peran yang sangat besar dalam jaringan keilmuan ulama di Nusantara.
Banyak ulama Indonesia pernah menimba ilmu darinya seperti: Syekh Tubagus Ahmad
Bakri as-Sampuri, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri, Syekh Ihsan
al-Jampasi, KH. Makshum Lasem, Umar bin Hamdan al-Mahrasi dan masih banyak lagi
ulama’ yang lainnya.
B.
Karya-karya Syekh Mahfudz At-Tarmasi
Lantaran keilmuannya yang
diakui oleh ulama-ulama di Tanah Arab, Syekh Mahfudz menjadi guru besar
ilmu-ilmu keislaman di Mekah. Di samping itu, beliau menulis banyak karya dalam
bahasa Arab di berbagai bidang keilmuan. Di bidang hukum Islam, Syekh Mahfudz
menulis kitab Hasyiyah Attarmasi setebal tujuh jilid. Hingga kini, kitab
tersebut dijadikan rujukan di banyak institusi keagamaan Islam di berbagai
belahan dunia. Kemudian pada bidang ilmu periwayatan hadits, Syekh Mahfudz
menulis kitab Manhaj Dzawin Nadzar Syarah Mandzumah Ilmu Al-Atsar yang
sampai saat ini tidak henti-hentinya dicetak dan dikaji di beberapa negara. Sementara
di bidang tafsir Al-Qur’an, Syekh Mahfudz menulis satu karya, yaitu Fathul
Khabir Syarah Miftahut Tafsir.
Selain dikenal sebagai pakar
hukum Islam, ilmu hadits, dan ushul fikih, Syekh Mahfudz dikenal sebagai pakar
ilmu Qira'at Al-Qur’an. Beliau
menulis kitab Ghunyatut Thalabah Syarah ala Mandzumat at-Thayyibah fi
Qiraatil Asyrah. Sampai sekarang, kitab tersebut dijadikan sebagai kitab
acuan wajib kuliah di Fakultas Al-Qur’an Universitas Al-Azhar, Kairo,
Mesir.
C. Kontribusi Syekh Mahfudz At-Tarmasi dalam
Mengembangkan Hadis di Indonesia
Syekh Mahfudz at-Tarmasi dikenal sebagai salah satu
ulama’ ahli hadis, baik di kalangan nusantara maupun kancah penjuru dunia.
Kegemilangannya dapat dilihat dari karya-karya yang berhasil dibukukan. Salah
satu karyanya di bidang hadis dan ulumul hadis disusun dengan ciri khas dan
keunikannya tersendiri, di mana kitab tersebut disusun dengan menyertakan sanad
beliau dari bidang ilmu yang akan ditulisnya, bahkan saat menyusun kitab al-Minhah
al-Khairiyah, beliau mengutamakan hadis-hadis dengan sanad yang tinggi.
Atas kegigihan dan keuletannya, beliau diakui
sebagai seorang isnad (mata rantai) yang sah pada urutan ke 23 dalam tranmisi
intelektual pengajaran Shahih Bukhari. Ijazah ini berasal dari Imam
Bukhari sendiri lalu diserahkan secara barantai melalui 23 generasi ulama yang
telah menguasai Shahih Bukhari. Sebagaimana pernyataan Syekh Mahfudz sendiri,
bahwa kemurnian isnad adalah hal yang sangat menyakinkan bagi mereka yang
menguasai ilmu pengetahuan.
Menurut Syekh Mahfudz, ilmu hadis merupakan sentral
atau tempat kembalinya segala ilmu pengetahuan sehingga mutlak dibutuhkan.
Misalnya ilmu fikih dalam menentukan suatu hukum akan merujuk kepada hadis
Nabi. Bahkan al-Qur’an juga membutuhkan penjelasan dari Hadis, oleh karena itu
sangat pentingnya mengetahui sanad hadis. Kemudian beliau mengutip ungkapan
Ibnu Sirin bahwa isnad adalah agama. "Barang siapa yang tidak mengetahui
isnad, berarti ia tidak mengetahui agama. Dengan mengetahui isnad, maka tidak
akan terjebak dengan hadis dha’if (lemah) dan bahkan maudhu’
(palsu)." Bahkan Syekh Mahfudz mengingatkan akan bahayanya
menyampaikan hadis yang tidak jelas sumbernya atau bahkan palsu dengan merujuk
pada sabda Nabi saw. "Barang siapa yang berdusta dengan dan atau atas
namaku, maka tempatnya yang paling layak adalah di Neraka."
Salah satu dari kesekian banyak silsilah isnad
at-Tarmasi dalam bidang hadis adalah isnadnya hingga Imam Bukhari sebagaimana
yang beliau tulis dalam kitab Kifayah al-Mustafid, isnad tersebut adalah
sebagai berikut; Syekh Mahfudz bin Abdullah at-Tarmasi dari Syekh Muhammad
Shatha al-Makky dari Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan dari Syekh Utsman bin Hasan
al-Dimyati dari Syekh Muhammad bin Ali bin Manshur al-Syanwani dari Syekh Aba
al-Azaim Isa bin Ahmad al-Barawi dan Syekh Ahmad al-Dafri dari Syekh Salim bin
Abdullah Al-Basri dari Syekh Abdullah bin Salim al-Basri dari Syekh Muhammad bin
Ala al-din al-Babili dari Syekh Salim Muhammad bin al-Sanhuri dari Syekh
al-Najm Muhammad bin Ahmad al-Ghaiti dari Syekh Islam Abi Yahya Zakariya bin
al-Anshri dari Syekh al-Hafid al-Syihabu al-Din Ahmad bin Hajar al-Asqalani
dari Syekh Ibrahim bin Ahmad al-Tanuhi dari Syekh Abi al-Abbas Ahmad bin Thalib
al-Hajar dari Syekh al-Husain bin al-Mubarik al-Zubaidi al-Hanbali dari Syekh
Abu al-Waqt Abdu al-Awwal bin Isa bin Syuaib al-Sijziy al-Harawi dari Syekh Abi
al-Hasan Abdu al-Rahman bin Mudhaffar bin Dawud al-Dawudi dari Syekh Abi
Muhammad Abdullah bin Ahmad al-Sarakhsi dari Syekh Abi Abdullah Muhammad bin
Yusuf al-Firabri dari Syekh al-Imam al-Hafid Al-Hujja Abu Abdullah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim al-Bukhari.
Syekh Mahfudz merupakan ulama Nusantara pertama
yang mendunia sekaligus dikenal sebagai pembangkit ilmu dirayah hadis.
Beliau mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan kajian hadis
di Indonesia. Dalam menuangkan karya-karyanya, beliau sangat hati-hati. Setiap
kali mengawali menulis karya, senantiasa membaca Basmalah dan diakhiri dengan Wallahu
Ta’ala A’lam serta bermunajat kepada Allah.
Baca juga 👉 https://bit.ly/BiografiSyekhYasinAlfadani
Laili Noor Azizah dan
Istianah, "Kontribusi Muhammad Mahfudz At-Tarmasi Dalam Mengembangkan Hadis Di Indonesia", Jurnal Holistic, Vol. 8, No.
1, (2022).