Respon Emosional Anak ππππ
Pada hakikatnya, setiap orang mempunyai
emosi. Dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita
mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Lalu,
apakah sebenarnya yang dimaksud emosi? Menurut William James (Wedge, 1995),
emosi adalah kecendurungan untuk memiliki perasaan yang khas apabila berhadapan
dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Crow (1962) mengartikan emosi
sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai
inner adjustment (penyesuaian dari
dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu.
macam-macam emosi
Atas dasar arah aktivitasnya, tingkah
laku emosional dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Takut, orang bergerak meninggalkan
sumber frustasi
2. Marah, orang bergerak menentang sumber frustasi
3. Cinta, orang bergerak menuju sumber
kesenangan
4. Depresi, orang menghentikan respons-respons terbukanya dan mengalihkan emosi kedalam dirinya sendiri (Mahmud, 1990: 167)
Dari
hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga dari keempat respons
emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu: takut, marah, dan cinta.
Γ Takut ππ’ππ₯
Pada dasarnya rasa takut itu
bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti
atau karena berlakunya berbagai pantangan/ larangan disekitarnya. Akan tetapi,
ada juga rasa takut “naluriah”
yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan. Misalnya, rasa takut akan
tempat gelap, takut berada ditempat sepi tanpa teman, atau takut menghadapi
hal-hal asing yang tidak dikenal. Hal-hal ini relatif lebih banyak diderita
oleh anak-anak daripada orang dewasa, karena masih sangat muda tentu daya tahan
anak-anak belum kuat (Sobur, 1988: 114-115).
Rasa takut pada anak bukanlah suatu
gejala abnormal, karena anak secara instingtif memang merasa takut pada hal-hal
yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar, dan sesuatu yang mengandung
rahasia. hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan serta pengertian anak, kurang
adanya kepercayaan diri, dan kesadaran diri bahwa ia masih lemah. Fantasi anak
sering memutarbalikkan dan membesar-besarkan realitas sehingga ia melihat
bentuk bahaya yang sebenarnya tidak ada (Sobur, 1986:45). Unsur waktu sangat
diperlukan untuk belajar menilai semua benda dengan wajar dan menempatkan
setiap peristiwa pada perspektif yang wajar. Anak harus belajar hidup dengan
perasaan takutnya agar kemudian belajar mengatasi rasa takut tersebut tanpa
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.
Setiap anak sering diganggu oleh rasa
takut dan pada beberapa anak rasa takut ini sangat kuat, sehingga kebebasan
mereka untuk bergerak menjadi sangat terhambat. Usia satu sampai tiga tahun,
anak dapat mengalami ketakutan yang berkaitan dengan periode pertumbuhannya,
pada saat ini mereka mengalami begitu banyak hal yang merangsang, baik yang
indah maupun yang menakutkan. Anak usia dibawah enam tahun memiliki rasa takut
yang mendalam akan kehilangan dukungan dan bimbingan dari orangtua. Dalam hal
ini pemberian keyakinan dari orangtua akan menguatkan kepercayaannya pada diri
sendiri.
Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa
takut pada anak (Sobur, 1987: 96-97). Pertama, ciptakanlah suasana kekeluargaan/
lingkungan sosial yang mampu menghadirkan keamanan dan rasa kasih sayang.
Kedua, berilah penghargaan atas usaha anak dan pujilah apabila perlu. Ketiga,
tanamkan pada anak bahwa ada kewajiban sosial yang perlu ditaati. Keempat,
tumbuhkanlah pada diri anak kepercayaan serta keberanian untuk hidup,
jauhkanlah ejekan dan celaan.
Γ Marah ππ‘πππ
Pada anak kecil
umumnya luapan kemarahan lebih sering terlihat daripada rasa takut. Bentuk-bentuk
kemarahan yang dapat kita lihat atau hadapi adalah pada anak yang berumur
sampai kira-kira 4 tahun, kemarahan yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan
diri di lantai, menendang, menangis, berteriak, dan kadang-kadang menahan
napas. Hal ini sering disebut anak ngambek
atau ngadat yang biasanya
digunakan untuk mendapatkan sesuatu. Istilah lain dari ngadat disebut juga temper
tantrums. Jika temper tantrums ini
tidak ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat dilakukan juga
setelah empat tahun, cara-caranya dapat menjadi lebih hebat lagi sehingga
sering tidak dapat dimengerti lagi bahwa pada dasarnya cara tingkah laku
tersebut hanya merupakan luapan kemarahan.
Kemarahan selalu
berhubungan dengan keadaan tertentu, pada anak-anak kemarahan dapat ditimbulkan
oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gangguan pada gerak-geriknya, hambatan
pada kegiatan yang sedang dilakukannya, dan segala sesuatu yang
menghalang-halangi keinginan seorang anak. Kemarahan sering timbul dari
perasaan jengkel atau mendongkol yang telah bertumpuk-tumpuk. Semakin kecil
seorang anak semakin banyak pula kemarahannya terhadap berbagai macam gangguan
yang menghambat kegiatan jasmaniahnya.
Kemarahan seperti
halnya ketakutan dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar dan pendewasaan
(Jersild, 1954). Kecakapan anak bertambah baik setelah pertumbuhan yang
dialaminya, faktor belajar semakin besar peranannya dalam menentukan cara-cara
yang akan dipergunakan untuk melahirkan kemarahannya serta dalam menentukan
keadaan-keadaan yang akan menyebabkannya marah.
Berbagai faktor pada
orangtua seringnya juga dapat menambah anak menjadi marah. Seperti sikap
orangtua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak, karena anak dalam
masa latihan dan belajar, kesalahan-kesalahan merupakan suatu hal yang umum.
Namun, bagi orangtua yang suka mengkritik, setiap tingkah laku anak menjadi
objek kritikan. Demikian pula sikap orangtua yang terlalu cemas dan khawatir
mengenai anaknya, anak selalu dilindungi dan diawasi secara ketat, hal yang
kebanyakan tidak dapat diterima oleh anak, karena anak merasa sangat terhambat
dalam pelaksanaan keinginan-keinginannya kemudian mengakibatkan kemarahan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Goodenough (1931 dalam Jersild 1954) terdapat cukup bukti yang memperlihatkan bahwa anak-anak lebih mudah menjadi marah apabila pada malam hari mereka tidak cukup beristirahat. Ledakan-ledakan rasa marah juga banyak terjadi sebelum makan. Anak-anak yang menurut catatan sering jatuh sakit ternyata lebih sering memperlihatkan amarahnya daripada anak yang tidak sering sakit.
Γ Cinta ππ
Setiap orang baik
anak-anak maupun orang dewasa pada hakikatnya menginginkan untuk diterima
sebagaimana adanya dirinya, fisiknya, juga pribadinya secara keseluruhan dalam
keluarga, termasuk diantaranya dapat menerima kelemahan dan kekurangan mereka.
Tuhan telah
menciptakan makhlukNya sedemikian rupa sehingga sudah merupakan hukum alam
bahwa anak-anak membutuhkan dan selalu mendambakan cinta kasih orangtua.
Kebutuhan emosi seoarang anak terhadap cinta dan kasih sayang sama besarnya
dangan kebutuhan fisik terhadap makanan. Banyak keluarga yang lalai dalam
melimpahkan kasih sayang antara satu sama lain. Mereka lupa bahwa seoarang anak
yang tumbuh dalam lingkungan yang dingin, tanpa kasih sayang akan menemui
banyak kesulitan dalam memberi dan menerima cinta. Orangtua hendaknya
menyadari, apabila pada usia sekecil ini anak sudah dipenuhi dengan kasih
sayang, ia akan tumbuh secara normal dan mudah mengungkapkan dan memberikan
cinta kasih terhadap sesamanya.
Banyak cara untuk
mengungkapkan perasaan cinta terhadap anak. Namun, cara yang terbaik untuk
menimbulkan rasa cinta dan aman pada anak adalah dengan mengungkapkan rasa
cinta secara terbuka dan terus terang. Apabila orang tua secara terbuka telah
menanamkan rasa cintanya kepada sang anak, lalu mengajarkan mereka untuk dapat
mengasihi pada semua orang, ia telah memberikan pelajaran yang pertama dan
sangat penting bagi anak tersebut. kemudian, cara lain untuk mendidik anak-anak
agar menghormati orangtuanya adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk melihat bahwa bapak dan ibu juga saling memberikan perhatian yang manis,
dengan demikian anakpun cenderung mengidentifikasi apa yang dilihatnya.
Cinta kasih ibarat fundamen pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak mungkin dapat dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi kering, bahkan tidak menarik. Kita dapat melihat bahwa para pelajar yang dididik oleh guru-guru yang dipenuhi oleh rasa kasih sayang tidak akan pernah merasa bosan. Sebaliknya, para guru akan selalu menyukai profesinya jika hati mereka dipenuhi rasa cinta kasih.
Hidayatul
Mufaida
Fasilitator
TPA ^-^
Ingin tahu lebih banyak tentang karya guru lainnya, anda bisa membaca dengan klik Di sini.
Mau tahu lebih detail tentang Sekolah Islam Umar Harun, anda bisa membuka dan membaca profil Di sini.
Terima kasih Bu Ida sharing ilmunya tentang respon emosional pada anak. Jadi tahu bagaimana menumbuhkan rasa cinta pada anak. Saya terpantik untuk refleksi pada pembahasan cinta. Ingin anaknya dapat mengasihi sesamanya, maka dimulai dari diri sendiri sebagai orang tua terbuka dan jujur akan perasaan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak memukul, membentak dan menghukum. Tapi cinta yang merangkul, memeluk dan mengayomi π’π’π’
BalasHapusSama-sama bu nisa... Terimakasih juga feedbacknya π
HapusBetapa menyentu sekali.. keinginan setiap orang tua untuk mencintai buah hati dengan lebih baik, cinta yang senantiasa diucapkan dan juga dibuktikan
Semoga kita menjadi makhluk yang penuh cinta ❤
Suka sama tulisan ini, enak dibaca, saya jadi lebih banyak tahu
BalasHapusAlhamdulillah.. Semoga saya bisa belajar lebih banyak lagi untuk kemanfaatan.
HapusTerimakasih π
Sesudah baca tulisan ini jadi tau ternyata emosi banyak macamnyaππ..
BalasHapusIya bunda... jangan bosan untuk belajar memahami ya.. semangatπ
BalasHapus