Selasa, 01 Juni 2021

RESPON EMOSIONAL ANAK (BU IDA GURU TPA)

Respon Emosional Anak  πŸ˜πŸ˜€πŸ˜“πŸ˜Ž 

Pada hakikatnya, setiap orang mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Lalu, apakah sebenarnya yang dimaksud emosi? Menurut William James (Wedge, 1995), emosi adalah kecendurungan untuk memiliki perasaan yang khas apabila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Crow (1962) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.

*   macam-macam emosi

Atas dasar arah aktivitasnya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Takut, orang bergerak meninggalkan sumber frustasi

2. Marah,  orang bergerak menentang sumber frustasi

3. Cinta, orang bergerak menuju sumber kesenangan

4. Depresi, orang menghentikan respons-respons terbukanya dan mengalihkan emosi kedalam dirinya sendiri (Mahmud, 1990: 167)

          Dari hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga dari keempat respons emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu: takut, marah, dan cinta.

Ø  Takut πŸ˜ŸπŸ˜’πŸ˜”πŸ˜₯

Pada dasarnya rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan/ larangan disekitarnya. Akan tetapi, ada juga rasa takut naluriah yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan. Misalnya, rasa takut akan tempat gelap, takut berada ditempat sepi tanpa teman, atau takut menghadapi hal-hal asing yang tidak dikenal. Hal-hal ini relatif lebih banyak diderita oleh anak-anak daripada orang dewasa, karena masih sangat muda tentu daya tahan anak-anak belum kuat (Sobur, 1988: 114-115).

Rasa takut pada anak bukanlah suatu gejala abnormal, karena anak secara instingtif memang merasa takut pada hal-hal yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar, dan sesuatu yang mengandung rahasia. hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan serta pengertian anak, kurang adanya kepercayaan diri, dan kesadaran diri bahwa ia masih lemah. Fantasi anak sering memutarbalikkan dan membesar-besarkan realitas sehingga ia melihat bentuk bahaya yang sebenarnya tidak ada (Sobur, 1986:45). Unsur waktu sangat diperlukan untuk belajar menilai semua benda dengan wajar dan menempatkan setiap peristiwa pada perspektif yang wajar. Anak harus belajar hidup dengan perasaan takutnya agar kemudian belajar mengatasi rasa takut tersebut tanpa menimbulkan akibat yang tidak diharapkan.

Setiap anak sering diganggu oleh rasa takut dan pada beberapa anak rasa takut ini sangat kuat, sehingga kebebasan mereka untuk bergerak menjadi sangat terhambat. Usia satu sampai tiga tahun, anak dapat mengalami ketakutan yang berkaitan dengan periode pertumbuhannya, pada saat ini mereka mengalami begitu banyak hal yang merangsang, baik yang indah maupun yang menakutkan. Anak usia dibawah enam tahun memiliki rasa takut yang mendalam akan kehilangan dukungan dan bimbingan dari orangtua. Dalam hal ini pemberian keyakinan dari orangtua akan menguatkan kepercayaannya pada diri sendiri.

Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa takut pada anak (Sobur, 1987: 96-97). Pertama, ciptakanlah suasana kekeluargaan/ lingkungan sosial yang mampu menghadirkan keamanan dan rasa kasih sayang. Kedua, berilah penghargaan atas usaha anak dan pujilah apabila perlu. Ketiga, tanamkan pada anak bahwa ada kewajiban sosial yang perlu ditaati. Keempat, tumbuhkanlah pada diri anak kepercayaan serta keberanian untuk hidup, jauhkanlah ejekan dan celaan.

Ø  Marah πŸ˜ˆπŸ˜‘πŸ˜–πŸ˜‘πŸ˜’

Pada anak kecil umumnya luapan kemarahan lebih sering terlihat daripada rasa takut. Bentuk-bentuk kemarahan yang dapat kita lihat atau hadapi adalah pada anak yang berumur sampai kira-kira 4 tahun, kemarahan yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan diri di lantai, menendang, menangis, berteriak, dan kadang-kadang menahan napas. Hal ini sering disebut anak ngambek atau ngadat yang biasanya digunakan untuk mendapatkan sesuatu. Istilah lain dari ngadat disebut juga temper tantrums. Jika temper tantrums ini tidak ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat dilakukan juga setelah empat tahun, cara-caranya dapat menjadi lebih hebat lagi sehingga sering tidak dapat dimengerti lagi bahwa pada dasarnya cara tingkah laku tersebut hanya merupakan luapan kemarahan.

Kemarahan selalu berhubungan dengan keadaan tertentu, pada anak-anak kemarahan dapat ditimbulkan oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gangguan pada gerak-geriknya, hambatan pada kegiatan yang sedang dilakukannya, dan segala sesuatu yang menghalang-halangi keinginan seorang anak. Kemarahan sering timbul dari perasaan jengkel atau mendongkol yang telah bertumpuk-tumpuk. Semakin kecil seorang anak semakin banyak pula kemarahannya terhadap berbagai macam gangguan yang menghambat kegiatan jasmaniahnya.

Kemarahan seperti halnya ketakutan dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar dan pendewasaan (Jersild, 1954). Kecakapan anak bertambah baik setelah pertumbuhan yang dialaminya, faktor belajar semakin besar peranannya dalam menentukan cara-cara yang akan dipergunakan untuk melahirkan kemarahannya serta dalam menentukan keadaan-keadaan yang akan menyebabkannya marah.

Berbagai faktor pada orangtua seringnya juga dapat menambah anak menjadi marah. Seperti sikap orangtua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak, karena anak dalam masa latihan dan belajar, kesalahan-kesalahan merupakan suatu hal yang umum. Namun, bagi orangtua yang suka mengkritik, setiap tingkah laku anak menjadi objek kritikan. Demikian pula sikap orangtua yang terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya, anak selalu dilindungi dan diawasi secara ketat, hal yang kebanyakan tidak dapat diterima oleh anak, karena anak merasa sangat terhambat dalam pelaksanaan keinginan-keinginannya kemudian mengakibatkan kemarahan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Goodenough (1931 dalam Jersild 1954) terdapat cukup bukti yang memperlihatkan bahwa anak-anak lebih mudah menjadi marah apabila pada malam hari mereka tidak cukup beristirahat. Ledakan-ledakan rasa marah juga banyak terjadi sebelum makan. Anak-anak yang menurut catatan sering jatuh sakit ternyata lebih sering memperlihatkan amarahnya daripada anak yang tidak sering sakit.

Ø  Cinta πŸ˜πŸ’–

Setiap orang baik anak-anak maupun orang dewasa pada hakikatnya menginginkan untuk diterima sebagaimana adanya dirinya, fisiknya, juga pribadinya secara keseluruhan dalam keluarga, termasuk diantaranya dapat menerima kelemahan dan kekurangan mereka.

Tuhan telah menciptakan makhlukNya sedemikian rupa sehingga sudah merupakan hukum alam bahwa anak-anak membutuhkan dan selalu mendambakan cinta kasih orangtua. Kebutuhan emosi seoarang anak terhadap cinta dan kasih sayang sama besarnya dangan kebutuhan fisik terhadap makanan. Banyak keluarga yang lalai dalam melimpahkan kasih sayang antara satu sama lain. Mereka lupa bahwa seoarang anak yang tumbuh dalam lingkungan yang dingin, tanpa kasih sayang akan menemui banyak kesulitan dalam memberi dan menerima cinta. Orangtua hendaknya menyadari, apabila pada usia sekecil ini anak sudah dipenuhi dengan kasih sayang, ia akan tumbuh secara normal dan mudah mengungkapkan dan memberikan cinta kasih terhadap sesamanya.

Banyak cara untuk mengungkapkan perasaan cinta terhadap anak. Namun, cara yang terbaik untuk menimbulkan rasa cinta dan aman pada anak adalah dengan mengungkapkan rasa cinta secara terbuka dan terus terang. Apabila orang tua secara terbuka telah menanamkan rasa cintanya kepada sang anak, lalu mengajarkan mereka untuk dapat mengasihi pada semua orang, ia telah memberikan pelajaran yang pertama dan sangat penting bagi anak tersebut. kemudian, cara lain untuk mendidik anak-anak agar menghormati orangtuanya adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat bahwa bapak dan ibu juga saling memberikan perhatian yang manis, dengan demikian anakpun cenderung mengidentifikasi apa yang dilihatnya.

Cinta kasih ibarat fundamen pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak mungkin dapat dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi kering, bahkan tidak menarik. Kita dapat melihat bahwa para pelajar yang dididik oleh guru-guru yang dipenuhi oleh rasa kasih sayang tidak akan pernah merasa bosan. Sebaliknya, para guru akan selalu menyukai profesinya jika hati mereka dipenuhi rasa cinta kasih.

 

Hidayatul Mufaida

Fasilitator TPA ^-^


    Ingin tahu lebih banyak tentang karya guru lainnya, anda bisa membaca dengan klik Di sini.

    Mau tahu lebih detail tentang Sekolah Islam Umar Harun, anda bisa membuka dan membaca profil Di sini.

6 komentar:

  1. Terima kasih Bu Ida sharing ilmunya tentang respon emosional pada anak. Jadi tahu bagaimana menumbuhkan rasa cinta pada anak. Saya terpantik untuk refleksi pada pembahasan cinta. Ingin anaknya dapat mengasihi sesamanya, maka dimulai dari diri sendiri sebagai orang tua terbuka dan jujur akan perasaan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak memukul, membentak dan menghukum. Tapi cinta yang merangkul, memeluk dan mengayomi 😒😒😒

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama bu nisa... Terimakasih juga feedbacknya 😊
      Betapa menyentu sekali.. keinginan setiap orang tua untuk mencintai buah hati dengan lebih baik, cinta yang senantiasa diucapkan dan juga dibuktikan
      Semoga kita menjadi makhluk yang penuh cinta ❤

      Hapus
  2. Suka sama tulisan ini, enak dibaca, saya jadi lebih banyak tahu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.. Semoga saya bisa belajar lebih banyak lagi untuk kemanfaatan.
      Terimakasih 😊

      Hapus
  3. Sesudah baca tulisan ini jadi tau ternyata emosi banyak macamnyaπŸ‘πŸ‘..

    BalasHapus
  4. Iya bunda... jangan bosan untuk belajar memahami ya.. semangat😊

    BalasHapus