Rabu, 03 April 2024

Syekh Nawawi Al-Bantani


A.    Biografi Syekh Nawawi Al Bantani

Al-Imam Al-'Allamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi'i atau lebih dikenal Syekh Nawawi al-Bantani, lahir sekitar tahun 1230 Hijriyah atau 1813 Masehi adalah seorang ulama besar asal Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram di Saudi Arabia. Beliau bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Beliau adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab.

Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).

Syekh Nawawi lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa (dulu, sekarang Kecamatan Tanara), Kabupaten Serang, Banten pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Beliau merupakan putra sulung dari tujuh bersaudara. Generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten bernama Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga. Syekh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang. Dikaruniai tiga orang anak, yaitu Nafisah, Maryam, dan Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului beliau.

B.     Riwayat Pendidikan Syekh Nawawi Al Bantani

Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.

Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.

C.    Peranan dan Perjuangan Syekh Nawawi Al Bantani

  • Nasionalisme dan Pengabdian di Masjidil Haram

Setelah tiga tahun bermukim di Mekah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828 Masehi. Sampai di tanah air, beliau menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar. Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi garak-geriknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid-masjid.[4] Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825 - 1830 Masehi), hingga akhirnya beliau kembali ke Mekah setelah ada tekanan pengusiran dari Belanda, tepat ketika puncak terjadinya Perlawanan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 Masehi. Begitu sampai di Mekah, beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.

Syekh Nawawi mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib 'Ali, Mekah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi semakin lama jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Hingga jadilah Syekh Nawawi al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.

Nama Syekh Nawawi al-Bantani semakin masyhur ketika ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram, menggantikan Syekh Achmad Khotib Al-Syambasi atau Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tidak hanya di kota Mekah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Suriah, Mesir, Turki, hingga Hindustan.

  • Pemikiran Penting

Syekh Nawawi memegang peran sentral di tengah ulama al-Jawi. Beliau menginspirasi komunitas al-Jawi untuk lebih terlibat dalam studi Islam secara serius, juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama pesantren terkemuka. Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari belenggu Kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan, ajaran-ajaran Islam akan dengan mudah dilaksanakan di Nusantara. Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk selalu mengikuti perkembangan dan perjuangan di tanah air dari para murid yang berasal dari Indonesia serta menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia.

Selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga mengajarkan makna kemerdekaan, anti Kolonialisme dan Imperialisme dengan cara yang halus. Mencetak kader patriotik yang di kemudian hari mampu menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan Syekh Nawawi memang tidak dalam bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan dalam menumbuhkan semangat kebangkitan dan jiwa nasionalisme.

Di samping itu, upaya pembinaan yang dilakukan Syekh Nawawi terhadap komunitas al-Jawi di Mekah juga menjadi perhatian serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia. Produktivitas komunitas al-Jawi untuk menghasilkan alumni-alumni yang memiliki integritas keilmuan agama dan jiwa nasionalisme, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. Untuk mengantisipasi ruang gerak komunitas al-Jawi ini maka pemerintah Belanda mengutus penasihat pemerintah, Christian Snouck Hurgronje untuk berkunjung ke Mekah pada tahun 1884 – 1885 Masehi. Kedatangan Snouck ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut dan melihat secara langsung berbagai hal yang telah dilakukan oleh ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas al-Jawi.

D.    Karya-karya Syekh Nawawi Al Bantani

Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu (Tafsir, Hadis, Aqidah, Fiqih, Tasawuf). Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagian ada yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

E.     Wafatnya Syekh Nawawi Al Bantani

Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu'alla, Mekah. Makamnya bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq.[8] Diketahui bahwa makan Syekh Nawawi sempat akan dipindahkan, namun karena jasad beliau masih utuh meski sudah bertahun-tahun, akhirnya makam beliau ditetapkan sampai sekarang. Demikian itu adalah salah satu karomah atau keistimewaan yang diberikan Allah kepada Syekh Nawawi. Selain karomah tersebut, diketahui juga beberapa karomah lainnya seperti jari telunjuk bersinar sebagai penerang, salat di dalam mulut ular besar, dan mampu menghasilkan karya-karya yang fenomenal dan bermanfaat hingga sekarang.

Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan K.H. Ma'ruf Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan mancanegara.


____________________________
Referensi : 
[1] "Kisah Wali". Majalah Alkisah. (Jakarta: Alkisah. 15 Februari 2004).

[2] Mahbib (3 Februari 2017). "Syekh Nawawi Banten dan Beberapa Pemikiran Pentingnya". nu.or.id.

[3] Huda, Nurul. "Sekilas Tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani". Majalah Alkisah. (Jakarta: Alkisah 14 September 2003)

[4] Salmah; Rimma; Vidia (10 Juli 2007). "Syekh Nawawi al-Bantani". Perjalanan 3 Wanita. Trans TV.

[5] Maharani, Ardini (2 Desember 2015). "Imam Besar Masjidil Haram dari Banten, Keturunan Cucu Rasulullah". bintang.com.

[6] Solahudin, M., Ulama Internasional dari Pesantren (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2012).

[7]Abdullah (11 Januari 2016). "Kiai Nawawi kisahkan Karomah Syekh Nawawi". nu.or.id.

[8] Sofiyan (18 September 2012). "Wisata Ziarah Mengenal dan Mengenang Syekh Nawawi di Tanara". bantenraya.com.

[9] Joewono, Beny N (23 September 2011). "Presiden Hadiri Haul Syeikh Nawawi". nasional.kompas.com.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar