Selasa, 12 November 2019

BELAJAR MERDEKA UNTUK MERDEKA BELAJAR



BELAJAR MERDEKA UNTUK MERDEKA BELAJAR
Story by : Guru Joko Supriyanto*

            Apa jadinya saat guru sudah merancang kegiatan, namun anak memilih untuk melakukan kegiatan lain? Apa yang harus dilakukan oleh guru?
10 November 2019. Pada tanggal itu bertepatan dengan hari Minggu dan peringatan hari pahlawan, dimana itu adalah jadwal saya untuk mengisi kelas ekstra. Ekstra silat tepatnya, karena itu yang diamanahkan untuk menjadi tanggungjawab saya. Sebagaimana biasanya, jauh-jauh hari saya sudah merancang kegiatan bersama tim guru ekstra silat lainnya dan kami sepakat untuk melanjutkan program latihan sesuai dengan LP yang dibuat, yaitu latihan kekuatan otot kaki dan seni dasar bermain tongkat. Untuk tempat pelaksanaannya seperti biasa, kami melakukan disudut lapangan yang cukup teduh untuk latihan bersama anak-anak.
Kini saatnya tiba. Setengah jam sebelum kegiatan dimulai, kami menemui pendamping anak di masing-masing kelas untuk menanyakan kesiapan anak mengikuti kelas ekstra. Sedikit gambaran, kelas ektra kami ini diikuti anak-anak dari lintas jenjang, dari kelas TK A – kelas 3 SD, semua berlatih bersama dalam satu tempat.
Setelah melakukan koordinasi dengan masing-masing pendamping kelas, di luar dugaan kami mendapat informasi bahwa mayoritas anak menginginkan berlatih di tempat lain (tidak di lapangan) dengan berbagai alasan yang mereka ungkapkan, salah satunya karena tempat lapangan lumayan jauh dan sebagian juga bosan karena sudah sering latihan di sana.
“waduhhh,… gawattt,… kacau semua deh rencananya”. Sepintas kata ini yang muncul dibenak saya. Namun bagaimanapun juga kelas ekstra harus berlanjut, kami segera berembuk untuk mencari solusi. Kami melakukan survei di beberapa tempat yang dekat dengan sekolah. Hingga akhirnya kami menemukan tempat yang menurut kami cocok untuk berkegiatan, semoga saja tempat ini juga cocok menurut anak. Tempat tersebut berada di dekat pantai yang cukup teduh karena banyak pohon cemara di sana, berada di belakang kantor PKK dan lebih dekat dibanding tempat latihan sebelumnya.
Anak-anak sudah berkumpul di depan gerbang sekolah dengan ditemani guru pendamping dari masing-masing kelas. Kami menceritakan tentang lokasi yang kami temukan. Alangkah bahagianya, mereka bersorak riang gembira dan tampak lebih semangat dari sebelumnya. Kami mulai berjalan beriringan dengan formasi anak SD mengandeng anak PAUD untuk menumbuhkan sikap saling menjaga dan menghormati, mengingat juga rute perjalanan kami akan ada sesi penyebrangan jalan.



Setelah sampai di lokasi, kami memberikan kesempatan anak untuk bermain-main sekedarnya. Ada yang bermain pasir, mengumpulkan dedaunan, melihat laut lebih dekat, dan ada juga yang memilih duduk santai di bawah pohon. Kami senang melihat ekspresi anak yang senang dan ceria, kami mengamati kegiatan mereka sembari megawasi dari kejauhan. Setelah dirasa cukup, kami mengumpulkan anak-anak di satu titik untuk memulai kegiatan.
Kami berembuk kembali dengan tim guru tentang kegiatan apa yang akan diberikan ke anak. Kami teringat dengan salah satu slogan dari SALAM (Sanggar Anak Alam) bahwa Anak adalah Mahaguru bagi dirinya dan sumber belajar bagi temannya. Kami setuju dengan slogan tersebut, dan berbekal pengetahuan tentang siklus merdeka belajar, kami sepakat untuk membuat kegiatan yang semua berasal dari anak, untuk anak, dan tentunya sesuai dengan perkembangan anak. Terserah anak mau berkegiatan apa saja, kami sebagai guru akan berperan sebagai fasilitator bagi anak.



Praktik siklus pertama : Komitmen pada tujuan. Pada awalnya kami meminta untuk bersama-sama melihat ke arah laut dan memfokuskan ke satu objek atau benda. Selang beberapa saat, kami bertanya ke masing-masing anak hingga akhirnya mereka menyadari bahwa dalam satu arah yang sama, ternyata bisa memunculkan banyak pandangan yang berbeda. Saat ditanya apa yang dilihat, anak menjawab ada yang melihat batu, ombak, pasir, laut, kapal, benteng runtuh, dan lain sebagainya. Dari jawaban inilah kami mencoba untuk menanamkan ke anak bahwa setiap orang itu berbeda, baik sudut pandang maupun kemampuan yang dimilikinya.
Oleh karena itu dalam kehidupan kita akan selalu membutuhkan orang lain dan dari hal itulah kita seharusnya saling menjaga dan saling menyayangi antar teman. Nah, masuk deh, point inti dari makna silat yang bukan sekedar berantem, tapi lebih untuk menjaga diri maupun orang lain.

Di bagian ini kami juga ingin menekanlan lagi bahwa untuk latihan silat itu tidak melulu dengan cara yang keras, namun bisa juga dengan cara bermain yang menyenangkan. Namun saat itu kurang efektif karena anak berkumpul dalam kelompok besar, anak-anak jadi kurang paham dengan apa yang kami sampaikan. Menyadari hal ini, kami langsung membagi anak dalam kelompok kecil. Kebetulan saat itu ada tiga teman guru yang ikut mendampingi ekstra silat. Akhirnya kami membagi anak dalam tiga kelompok kecil hingga masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 anak, sedangkan saya sendiri berperan sebagai pemandu acara. Kami bekerjasama dengan guru pendamping di masing-masing kelompok untuk menyampaikan maksud dari apa yang saya sampaikan di awal serta memberi penguatan ke anak bahwa inti dari latihan fisik dalam ekstra silat itu bisa dilakukan dengan media apapun, tidak bergantung pada satu media saja, misal matras, barbel, samsak sebagaimana yang sering kita pakai dalam latihan.



Praktik siklus kedua : Mandiri menentukan cara. Setelah semua informasi dan penguatan disampaikan ke anak, kami mulai memberikan misi. Kami memberikan kebebasan kepada anak untuk mencari benda apapun disekitar tempat latihan untuk kemudian dibuat menjadi media yang bisa digunakan untuk latihan bersama dengan teman-teman lainnya. Mereka mulai bergerak melakukan misinya dengan ditemani satu guru sebagai fasilitatornya. Tak disangka ternyata anak-anak bisa menemukan media diluar perkiraan kami. Kelompok pertama menemukan beberapa botol dan sandal bekas. Botol tersebut diisi pasir hingga penuh dan ditaruh berjajar. Sedangkan sandal bekasnya digunakan untuk melempar dari kejauhan. Ketika saya tanya alasannya kenapa hal itu bisa dijadikan media latihan, mereka menjawab : “iya, kami membuat media untuk latihan kefokusan, karena dalam silat juga dibutuhkan kefokusan pada sasaran, saat memukul atau menendang.” Kiranya keterangan inilah yang muncul dalam pembahasan kelompok mereka.





Tidak cukup sampai disitu, tim kelompok satu juga menambahkan tantangan berjalan jongkok dengan jarak yang dekat untuk bisa melatih otot dan kekuatan kaki. Dalam praktiknya anak akan diminta berjalan jongkok mengambil sandal bekas yang disediakan untuk kemudian bisa digunakan untuk melempar botol berisi pasir yang sudah disiapkan. Untuk memahamkan kelompok lain terkait peraturan permainan ini, akan ada perwakilan satu anak dari kelompok satu yang akan menjelaskan dengan didampingi fasilitator dalam kelompok dan hal demikian akan dilakukan oleh kelompok yang lain juga.




Kelompok dua rupanya tak mau kalah. Mereka menemukan dahan kayu yang menghubungkan antara 2 pohon hingga bisa digunakan untuk bergelantungan dan latihan meniti untuk keseimbangan. Tak lupa fasilitator juga turut mencoba media tersebut. Tujuannya agar anak mendapat contoh yang jelas dan lebih mudah untuk dipahami. Untuk anak-anak yang sudah berani, mereka terlihat semangat untuk mencoba bahkan hingga berkali-kali. Untuk yang belum berani, kami akan membantu anak dengan memegangi tangannya saat meniti. Tak apa, meski beberapa anak terlihat ragu, akhirnya mereka berani mencoba dan itu menunjukkan bahwa anak sudah mampu mengalahkan rasa takutnya. Terlihat juga dalam latihan ini, anak-anak saling membantu agar teman lain yang mencoba tidak terjatuh dari media.




Untuk kelompok tiga, mereka menemukan ranting kayu panjang dan potongan kayu besar. Mereka menjadikan benda tersebut sebagai media untuk melatih keseimbangan juga, namun bedanya dalam meniti kayu besar tersebut anak akan membawa ranting panjang untuk membantu menjaga keseimbangan, layaknya aksi yang biasa dipentaskan oleh pemain akrobat. Setelah berhasil meniti kayu hingga ujung, tongkat boleh diletakkan dan anak akan melakukan aksi roll depan sebagaimana praktik materi yang diajarkan di dua minggu sebelumnya.









Begitulah tiga media yang diciptakan anak-anak. Kami membuat kesepakatan untuk bergantian dalam memainkan tiga media tersebut hingga semua anak bisa mencoba ketiganya. Kami melihat anak-anak begitu semangat dan antusias dalam mencoba semua media yang diciptakannya. Mungkin inilah arti merdeka belajar bagi mereka. Bisa belajar dengan media apapun yang diciptakan dan sesuai dengan keinginannya.

Begitu menyenangkan kegiatan hari ini. hingga tidak terasa waktu kelas ekstra di hari itu sudah selesai, kami mengakhiri sesi latihan dengan foto bersama dan menyorakkan slogan baru yang tiba-tiba terbentuk saat itu. Slogan kami saat itu adalah : “Ekstra Silat,….. Sehat, Kuat, Semangat”. Begitulah ceritaku bersama anak-anak saat kelas ekstra. Saya tersenyum lepas saat menuliskan cerita ini, membayangkan anak-anak dengan tingkah lucunya saat merayu saya untuk melakukan hal serupa di latihan berikutnya. Saya sebagai guru, tentunya mengangguk dan dengan senyum semangat meng-iyakan permintaan mereka.


Praktik siklus ketiga : refleksi untuk perbaikan. Setelah kembali dari tempat latihan, sepulang sekolah kami mencoba merefleksikan kegiatan, dan kiranya memang masih ada ketidak tepatan yang kami lakukan dan harus diperbaiki. Ketidak tepatan itu adalah pada saat anak-anak selesai mencoba semua media sedangkan ada teman lain yang belum selesai. Kami lupa untuk memberikan intruksi selanjutnya kepada mereka, dan akhirnya beberapa dari mereka ada yang bermain air di tepi pantai, berjalan jauh mencari kerang, dan lain sebagainya. Melihat hal itu kami langsung mengingatkan anak untuk tidak bermain jauh dari lokasi latihan dan tetap dalam pengawasan guru. Kami memberikan kesempatan kepada anak utuk bermain sekedarnya dan tidak berlebihan serta dengan batasan waktu yang telah kami sepakati.
Itulah refleksiku pada kegiatan ini, dan akan saya perbaiki untuk kegiatan berikutnya serta mempraktikkan kembali siklus merdeka belajar dari awal. Hal itu akan terus terjadi. Karena dalam sebuah siklus memang tidak ada titik akhir, akan terus berkelanjutan. Saat tiba waktu untuk merefleksikan, pasti akan tetap kita temukan beberapa kesalahan, dan justru dari kesalahan itulah kita akan bisa melakukan perbaikan untuk masa depan.