Selasa, 03 November 2020

BEKERJASAMA MENJADI FASILITATOR ANAK BERSAMA ORANG TUA SEBELUM PANDEMI


BEKERJASAMA MENJADI FASILITATOR ANAK BERSAMA ORANG TUA SEBELUM PANDEMI

Oleh : Siti Rodliyah (Guru Kelas 1 SD)

 

Di masa pandemi ini banyak sekali cerita tentang betapa pentingnya kerja sama orang tua dalam pembelajaran anak. Ya, karena memang itu butuh. Sebagian guru yang belum terbiasa berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang tua pun mungkin butuh lebih adaptasi. 


Sebelum berita pandemi di Indonesia tersiarkan luas, pada bulan Februari sampai awal Maret 2020, saya dan tim kelas punya pengalaman pembelajaran di kelas 2 SD dalam melibatkan orang tua menjadi fasilitator riset anak saat itu.  


Saya ingin menceritakan pengalaman ini, karena menurut saya ini cukup mengesankan dan  semoga menjadi pengalaman berharga dan bermakna untuk perjalanan selanjutnya. Jadi  ceritanya begini, awal semester 2 tahun ajaran 2019/2020, anak-anak kelas 2 SD sudah  matang ingin riset seputar hewan. Hal itu berangkat dari keingintahuan mereka tentang  hewan-hewan. Kemudian untuk memfasilitasi belajar anak, seperti biasa kami tim guru dan  anak-anak merencanakan riset yang bertema hewan. Masing-masing anak punya latar  belakang masalah untuk meneliti satu jenis hewan. Seperti riset tentang jenis ular dan  habitatnya yang berangkat dari anak pernah mendengar berita ular masuk rumah, riset  tentang kura-kura dan perkembangbiakannya yang berangkat dari keingintahuan anak atas  hewan peliharaannya, riset tentang jenis tikus dan kehidupannya yang berangkat dari  masalah di rumah yang sering ada tikus, dan lain-lain. 


Awal proses belajar tersebut belum banyak melibatkan orang tua sebagai fasilitator. Karena  sebagian besar proses itu ter fasilitasi di sekolah bersama guru. Dulu mungkin ada semacam  misi rumah yang sedikit banyak orang tua terlibat mendampingi. Namun itu tak sering.  Kemudian, saat ditahap mencari data tentang hewan-hewan yang mereka teliti, ada beberapa  anak yang mengusulkan untuk mengamati dan mencari tahu tentang hewan di kebun  binatang. Dengan berbagai pertimbangan, kami diskusikan usulan itu bersama satu kelas. Dan  mayoritas dari mereka setuju.  



Sebelum itu, kami mengajak anak-anak untuk berpikir tentang perencanaan ke kebun  binatang. Seperti apa tujuan ke sana dan apa saja yang perlu dipersiapkan. Tujuannya jelas,  anak-anak akan mencari data tentang hewan-hewan. Proses persiapan ke kebun binatang  pun tak sebentar. Kami berdiskusi tentang kebun binatang mana yang akan dikunjungi, kapan mengunjunginya, biaya masuk, transport, dan lain-lain. Setelah segala hal yang perlu  dipersiapkan tersebut kami konsultasikan ke yayasan. Kami mendapat masukan untuk  melibatkan orang tua menindaklanjuti usulan anak-anak ke kebun binatang.


Kami akhirnya mencoba mengomunikasikan rencana ini kepada orang tua dengan musyawarah di sekolah. Respon orang tua banyak yang mendukung dan siap bekerja sama untuk melaksanakan pencarian data riset anak-anak ke kebun binatang.


Setelah diskusi awal bersama orang tua, akhirnya dari ketiga belah pihak, kami guru, anak,  dan orang tua bermusyawarah lagi tentang kebun binatang mana yang akan dikunjungi  dengan pertimbangan jenis hewan yang diamati anak-anak. Setelah kami musyawarah dan menyepakati bersama tempatnya, kemudian kami lanjut untuk membentuk panitia agenda  berkunjung ke kebun binatang Maharani, Lamongan ( Maharani Zoo). Saat kegiatan ini pun,  anak-anak belajar tentang makna Pancasila sila ke -4 tentang makna dan pentingnya  musyawarah.  

Guru dan orang tua berbagi tugas dalam kepanitiaan. Mulai dari ketua panitia, bendahara (mengatur alokasi uang khas anak-anak yang akan digunakan untuk pembiayaan ke Maharani Zoo), panitia yang mengurusi transport dan makanan, sampai penentuan Schedule kegiatan  di Maharani Zoo.




 

Orang tua tidak hanya terlibat menjadi panitia agenda tersebut. Tapi juga kami libatkan  menjadi pendamping anak-anak saat proses pencarian data riset di Maharani Zoo bersama  guru. Sebelum itu, tentu orang tua sudah berbicara dengan anak tentang apa saja yang akan  fokus dicari tahu sesuai riset masing-masing anak. 

Dari proses itu, orang tua banyak yang berdiskusi dengan anak tentang tahapan riset dan ikut  berpartisipasi dalam pelaksanaan pencarian data anak.  

Setelah hari di mana kami berkunjung ke Maharani Zoo, tepat tanggal 12 Maret 2020 ( tepat  sebelum PJJ diberlakukan), orang tua dan guru bekerja sama mendampingi anak-anak  mengamati hewan, membaca informasi, wawancara dengan tour guide, mendokumentasikan perjalanan anak-anak, hingga proses mencatat informasi yang didapat anak-anak. 




 

Banyak dari orang tua kelas 2 SD yang berperan aktif. Dan sungguh, pengalaman ini sangat  berharga buat bekal kami yang kemudian pembelajaran dialihkan di rumah karena pandemi  covid-19.

Kurang lebih begitulah pengalaman saya dan tim guru kelas 2 tahun ajaran lalu dalam bekerja  sama dengan orang tua menjadi fasilitator pembelajaran anak. 



  

BELAJAR DARI PENGALAMAN-NUMERASI

  


BELAJAR DARI PENGALAMAN-NUMERASI

Oleh : Nur Amalia Sholichah

 

Siang-29/09/2020
Waktu itu, kami guru dan anak kelas 3 SD Islam Umar Harun sedang sharing cerita tentang pengalaman membuat nugget di minggu lalu. Iya! semester ini kami sedang ada proyek riset nugget. Ada dua kelompok yang dapat giliran sharing cerita di hari ini. 

Awalnya tuh, ada satu kelompok yang sudah menceritakan proses experimennya. Kemudian disusul dengan kelompok lainnya. Proses diskusinya, saya rasa cukup hidup. Anak-anak saling tanya jawab.

Selama proses diskusi, ada cerita menarik. Ada satu anak  yang bercerita tentang lama waktu mengukus. Dia bercerita kalau awalnya mau mengukus 15 menit. Eh... setelah 15 menit berlalu ternyata adonan nuggetnya belum matang. Akhirnya, ditambahlah 15 menit lagi.
Pada saat ditanya, "Jadinya, waktu yang kamu butuhkan untuk mengukus berapa lama?" si anak dengan lantang menjawab 20 menit. Anak yang lainnya bertanya kembali, "eh... berapa?" Si anak tetap menjawab 20 dan ada suara dari anak lain yang menjawab 25.

Diskusi semakin hidup. Anak-anak berkumpul untuk memecahkan persoalan 15+15. Beberapa anak mulai mencoba menjumlahkan dengan bantuan jari. Karena jumlah jarinya tidak cukup, satu anak ada yang berinisiatif meminjam jari teman. Eh... selain itu ada juga yang menjumlahkan dengan cara bersusun. Sepertinya dia masih sedikit bingung dengan cara menjumlahkannya. 5+5=10. Si anak bingung menuliskan angka 10. Dia menulis angka 10 pas di bawah angka 5.

Di tengah anak-anak mencari cara, ada anak yang secara lantang menemukan hasil dari 15+15 yaitu 30. Kemudian ada anak lainnya yang tetap mencoba cara bersusun lagi. Ia menuliskan 0 di bawah angka 5 dan angka 1 nya ditaruh di atas (disimpan). Kemudian ketemulah jawaban 15+15=30. Anak-anak tepuk tangan mendapatkan jawaban itu. Luar biasa.

Anak yang awalnya masih bingung, sepertinya jadi tahu tentang "BAGAIMANA MENJUMLAHKAN DUA ANGKA DENGAN CARA BERSUSUN." Iya, Karena si anak terlibat dalam prosesnya. Seruuu dan bermakna....😍

Cerita dipublikasikan pertama kali di https://ceritaamalia23.blogspot.com/2020/10/belajar-dari-pengalaman-numerasi.html