A.
Biografi
Syekh Nawawi Al Bantani
Al-Imam
Al-'Allamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari
asy-Syafi'i atau lebih dikenal Syekh Nawawi al-Bantani, lahir sekitar tahun
1230 Hijriyah atau 1813 Masehi adalah seorang ulama besar asal Indonesia bertaraf Internasional
yang menjadi Imam Masjidil Haram di Saudi Arabia. Beliau bergelar al-Bantani
karena berasal dari Banten, Indonesia. Beliau adalah seorang ulama dan
intelektual yang sangat produktif menulis kitab.
Karena
kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz
(Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam
yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh
Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota
Suci).
Syekh
Nawawi lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan
Tirtayasa (dulu, sekarang Kecamatan Tanara), Kabupaten Serang, Banten pada
tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin
'Arabi al-Bantani. Beliau merupakan putra sulung dari tujuh bersaudara. Generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten
Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini
sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten bernama Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga. Syekh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang. Dikaruniai tiga orang anak, yaitu Nafisah, Maryam, dan Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului beliau.
B.
Riwayat
Pendidikan Syekh Nawawi Al Bantani
Sejak
berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung
dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari
tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada
usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru
kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian
melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.
Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
C. Peranan dan Perjuangan Syekh Nawawi Al Bantani
- Nasionalisme dan Pengabdian di Masjidil Haram
Setelah
tiga tahun bermukim di Mekah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828
Masehi. Sampai di tanah air, beliau menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda
terhadap rakyat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar. Sebagai intelektual yang
memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, Syekh
Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap
penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi garak-geriknya, seperti dilarang
berkhutbah di masjid-masjid.[4]
Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang
ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825 -
1830 Masehi), hingga akhirnya beliau kembali ke Mekah setelah ada tekanan
pengusiran dari Belanda, tepat ketika puncak terjadinya Perlawanan Pangeran
Diponegoro pada tahun 1830 Masehi. Begitu sampai di Mekah, beliau segera
kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.
Syekh
Nawawi mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib 'Ali, Mekah. Beliau mengajar di
halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi semakin lama
jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Hingga
jadilah Syekh Nawawi al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu
agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.
Nama Syekh Nawawi al-Bantani semakin masyhur ketika ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram, menggantikan Syekh Achmad Khotib Al-Syambasi atau Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tidak hanya di kota Mekah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Suriah, Mesir, Turki, hingga Hindustan.
- Pemikiran Penting
Syekh
Nawawi memegang peran sentral di tengah ulama al-Jawi. Beliau menginspirasi
komunitas al-Jawi untuk lebih terlibat dalam studi Islam secara serius, juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama pesantren terkemuka. Bagi Syekh
Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari belenggu
Kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan, ajaran-ajaran Islam akan dengan
mudah dilaksanakan di Nusantara. Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk
selalu mengikuti perkembangan dan perjuangan di tanah air dari para murid yang
berasal dari Indonesia serta menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan
masyarakat Indonesia.
Selain
pelajaran agama, Syekh Nawawi juga mengajarkan makna kemerdekaan, anti
Kolonialisme dan Imperialisme dengan cara yang halus. Mencetak kader patriotik
yang di kemudian hari mampu menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan
Syekh Nawawi memang tidak dalam bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan
dalam menumbuhkan semangat kebangkitan dan jiwa nasionalisme.
Di samping itu, upaya pembinaan yang dilakukan Syekh Nawawi terhadap komunitas al-Jawi di Mekah juga menjadi perhatian serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia. Produktivitas komunitas al-Jawi untuk menghasilkan alumni-alumni yang memiliki integritas keilmuan agama dan jiwa nasionalisme, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. Untuk mengantisipasi ruang gerak komunitas al-Jawi ini maka pemerintah Belanda mengutus penasihat pemerintah, Christian Snouck Hurgronje untuk berkunjung ke Mekah pada tahun 1884 – 1885 Masehi. Kedatangan Snouck ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut dan melihat secara langsung berbagai hal yang telah dilakukan oleh ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas al-Jawi.
D.
Karya-karya
Syekh Nawawi Al Bantani
Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu (Tafsir, Hadis, Aqidah, Fiqih, Tasawuf). Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagian ada yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
E.
Wafatnya
Syekh Nawawi Al Bantani
Syekh
Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi.
Makamnya terletak di Jannatul Mu'alla, Mekah. Makamnya bersebelahan dengan
makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû
Bakar al-Siddîq.[8]
Diketahui bahwa makan Syekh Nawawi sempat akan dipindahkan, namun karena jasad
beliau masih utuh meski sudah bertahun-tahun, akhirnya makam beliau ditetapkan
sampai sekarang. Demikian itu adalah salah satu karomah atau keistimewaan yang
diberikan Allah kepada Syekh Nawawi. Selain karomah tersebut, diketahui juga
beberapa karomah lainnya seperti jari telunjuk bersinar sebagai penerang, salat
di dalam mulut ular besar, dan mampu menghasilkan karya-karya yang fenomenal
dan bermanfaat hingga sekarang.
Meski
wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul
atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di
Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan K.H. Ma'ruf Amin. Haul
Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan mancanegara.
[2] Mahbib (3 Februari
2017). "Syekh Nawawi Banten dan Beberapa Pemikiran Pentingnya".
nu.or.id.
[3] Huda, Nurul. "Sekilas Tentang: Kiai Muhammad Nawawi al-Bantani". Majalah Alkisah. (Jakarta: Alkisah 14 September 2003)
[4] Salmah; Rimma; Vidia
(10 Juli 2007). "Syekh Nawawi al-Bantani". Perjalanan 3 Wanita. Trans
TV.
[5] Maharani, Ardini (2
Desember 2015). "Imam Besar Masjidil Haram dari Banten, Keturunan Cucu
Rasulullah". bintang.com.
[6] Solahudin, M., Ulama Internasional dari Pesantren (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2012).
[7]Abdullah (11 Januari 2016). "Kiai Nawawi kisahkan Karomah Syekh Nawawi". nu.or.id.
[8] Sofiyan (18 September 2012). "Wisata Ziarah Mengenal dan Mengenang Syekh Nawawi di Tanara". bantenraya.com.
[9] Joewono, Beny N (23 September 2011). "Presiden Hadiri Haul Syeikh Nawawi". nasional.kompas.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar