MENYUSUN KESEPAKATAN BELAJAR
UNTUK MENUMBUHKAN SWADISIPLIN DIRI
Oleh: Ilvia Mabrurotin- TK B Islam Umar Harun.
Tahun ini saya dan tiga teman guru yang lain berkesempatan untuk mendampingi proses belajar anak-anak kelas TK B Islam Umar Harun Sarang-Rembang. Selama setahun belajar bersama mereka, banyak sekali keseruan yang saya rasakan. Disamping itu, pernah juga saya merasakan geram ketika melihat mereka melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kesepakatan kelas yang sudah dibuat. Beberapa kali mereka bergurau saat kegiatan diskusi berlangsung, terkadang mereka juga masih asyik bermain hingga tidak memerhatikan waktu dan tempat. Sering kali kami memulai kegiatan mundur dari waktu yang sudah disepakati. Hingga akhirnya pulang terlambat pun pernah kami alami.
Beberapa anak terlihat kesal dan badmood saat memulai kegiatan mundur dari waktu yang sudah disepakati. Selain itu, beberapa anak juga ada yang mengeluh dan berkata, “Bu, kapan to kegiatannya dimulai?”, “Bu, ayo istirahat”, Bu, kita pulangnya kok terlambat terus to. Sudah banyak yang dijemput itu lo Bu”. Melihat hal tersebut sebenarnya anak-anak juga tidak nyaman dengan kondisi yang seperti ini.
Dari ucapan-ucapan tersebut, sebenarnya apa yang diinginkan oleh anak dan guru adalah sama, yaitu melakukan sebuah aktivitas sesuai waktu yang disepakati bersama. Sadar akan keadaan seperti itu, saya pribadi dan tim guru TK B mulai melakukan refeksi diri. Kami mencoba merefleksikan cara yang pernah kami lakukan dan memetakan apa yang menjadi kesukaan dan kebutuhan anak-anak. Kami juga mencoba merefleksikan kesepakatan kelas yang pernah kami buat dengan meminta pendapat dari anak-anak, apakah kesepakatan yang telah dibuat masih relevan untuk dilakukan saat ini atau perlu untuk diperbarui.
Secara umum anak-anak kelas TK B sudah bisa dilibatkan berdiskusi dalam membangun kesepakatan kelas. Diusia 5-6 tahun ini, mereka juga mulai bisa diajak untuk membangun kesepakatan terkait dinamika kelompok diantara teman sebaya dengan pendampingan guru kelas. Melalui peristiwa berkelompok akan membantu mereka untuk mengembangkan kamampuan afeksinya yang kesemua itu bisa menjadi cikal bakal terbentuknya kesepakatan.
Membangun kesepakatan tidak selalu berjalan mulus. Sesekali atau bahkan berulang kali prosesnya berujung pada “pelanggaran”. Dalam hal ini kami menghindari memproses konflik dan ketaksepakatan dengan pendekatan hukuman, mencari siapa yang bersalah dan siapa yang harus di hukum. Pengelolaan konflik selalu berpihak pada daur belajar, bahwa setiap peristiwa bisa menjadi proses belajar. Maka ketika seorang anak berani berkata jujur dan mengakui kesalahannya, itu merupakan sebuah hadiah istimewa dari pelanggaran yang terjadi, dan bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran. Hadiah seperti itu jauh lebih mahal harganya dibanding kemauan untuk bersepakat. Sebab, ketika anak mengungkapkan apa yang sebenarnya akan memberi pemahaman kepada anak tentang kejujuran dan tanggung jawab. Harapannya akan terbangun swadisiplin pada diri anak, yaitu disiplin yang lahir dari inisiatif atau kesadaran sendiri, bukan disiplin karena takut atau tertekan.
Menumbuhkan konsistensi untuk tetap menaati kesepakatan merupakan tantangan tersendiri bagi anak- anak tertentu, lebih- lebih bagi anak- anak kelas TK B yang masih berusia 5- 6 tahun. Di kelas TK B ketaksepakatan yang paling sering terjadi adalah terkait waktu untuk memulai kegiatan, baik pada pagi hari maupun saat setelah istirahat. Di sekolah kami tidak ada bel sebagai tanda mulai atau mengakhiri kegiatan. Kondisi ini membuat anak- anak dan guru harus bisa mengatur waktunya sendiri. Semenjak pandemi, sekolah kami melakukan kegiatan belajar mengajar secara blanded learning dengan jadwal berubah-ubah menyesuaikan situasi dan kondisi. Mulai semester dua ini, pembelajaran dilakukan dengan jadwal 2 hari pembelajaran online di rumah dan 4 hari pembelajaran tatap muka di sekolah. Durasi waktu selama 5 jam dalam sehari dan selalu menaati protokol kesehatan.
Setelah satu semester membersamai proses belajar anak-anak kelas TK B, saya dan tim guru jadi tahu bagaimana gaya belajar mereka. Secara umum mereka suka sekali dengan kegiatan yang seru, tidak monoton dan kegiatan yang melibatkan fisik motorik kasar. Oleh karena itu, sering kali mereka memilih kegiatan di luar kelas. Akan tetapi, ketika sudah di luar kelas mereka biasanya terlalu asyik berkegiatan hingga akhirnya lupa waktu.
Berangkat dari hal tersebut, saya dan tim guru kelas TK B pernah mencoba sebuah cara untuk mengingatkan mereka terkait waktu kegiatan. Kami berinisiatif untuk membuat display kelas tentang urutan kegiatan di kelas dari pagi sampai siang. Kami juga melibatkan anak-anak dalam proses pembuatan display tersebut. Tujuan dari pembuatan display tersebut, selain untuk mengajarkan kepada anak-anak terkait rasa tanggung jawab terhadap waktu juga memfasilitasi mereka untuk mengenal angka dari gambar jam yang ditempel. Suatu hari saat kegiatan istirahat anak-anak memilih untuk bermain di playground. Sebelum bermain, kami mengajak mereka membuat kesepakatan waktu bermain dengan melihat display kelas tentang urutan kegiatan di kelas, sambil mengamati jam dinding. Setelah selesai diskusi, akhirnya mereka menyepakai waktu bermain di playground selama 10 menit dari jarum panjang diangka 4 sampai jarum panjang diangka 6. Setelah beberapa menit kemudian jarum panjang tepat berada diangka 6, salah satu guru segera mengingatkan mereka terkait kesepakatan bermain sambil membawa jam dinding sebagai bukti. Beberapa dari mereka sudah ada yang faham terkait waktu, sehingga memudahkan kami saat mengingatkan mereka terkait kesepakatan waktu.
Setelah kegiatan hari itu selesai, saya mencoba berefleksi lagi. Saya teringat dengan cara yang pernah saya alami dulu. Waktu itu saya membuat kesepakatan waktu dengan anak-anak. Tetapi kesepakatan itu seperti tidak berdampak. Anak-anak masih saja mengelak ketika diinggatkan. Karena waktu itu saya membuat kesepakatan waktu dengan cara berbicara saja. Tidak menghadirkan alat bantu yang dibutuhkan oleh mereka. Dari dua pengalaman ini saya menyimpulkan bahwa pelibatan anak dalam membuat kesepakatan itu penting. Selain itu, kesadaran anak saat membahas kesepakatan dan media penunjang juga patut untuk dipertimbangkan.
Menindaklanjuti hasil refleksi ini, kemudian saya dan tim guru menemukan cara agar anak-anak melakukan kegiatan sesuai dengan kesepakatan waktu yang sudah disepakati. Setiap kali hendak memulai kegiatan, kami terus mencoba untuk membuat kesepakatan waktu dengan melibatkan anak, berkomitmen bersama dan terus saling mengingatkan. Dengan mengingatkan waktu istirahat menggunakan jam dinding dan display kelas, saya rasa cara ini merupakan cara yang efektif dalam pembelajaran. Selain itu anak-anak juga bisa belajar mengenal angka dari melihat angka di jam dinding. Anak-anak juga terlihat ada perubahan, mereka jadi lebih dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Bahkan mereka juga saling mengingatkan ketika ada salah satu teman yang asyik bermain di saat waktu kegiatan sudah selesai.
Ingin tahu lebih banyak tentang karya guru lainnya, anda bisa membaca dengan klik Di sini.
Mau tahu lebih detail tentang Sekolah Islam Umar Harun, anda bisa membuka dan membaca profil Di sini.
Saya belajar dari tulisan Bu Ilvia bahwa menumbuhkan kedisiplinan bisa dengan membangun kesadaran anak melalui kesepakatan. Diobrolkan dengan bahasa yang memahamkan bagi anak. Sehingga perubahan baik itu benar2 dapat dipahami dan dirasakan oleh anak. Selain itu, anak2 juga dapat belajar angka dengan cara yang bervariasi😘
BalasHapus