Senin, 29 April 2024

KH. Ahmad Dahlan


A.   Biografi KH. Ahmad Dahlan

Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman,Yogyakarta, dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti Kyai Haji Ibrahim. KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 tepatnya umur 54 tahun di Yogyakarta, Kasultanan Yogyakarta. Makamnya terletak di Karangkajen Yogyakarta. Beliau memiliki seorang istri bernama Siti Walidah. KH. Ahmad Dahlan adalah seorang Ulama Besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia sekaligus pendiri Muhammadiyah.

       KH. Ahmad Dahlan merupakan keturunan ulama besar yang mengembangkan agama Islam di Pulau Jawa. Sejak kecil sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan kreatif. Beliau mampu mempelajari dan memahami kitab yang diajarkan di pesantren secara mandiri. Beliau dididik secara langsung oleh orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Pengetahuan dasar tentang agama dan membaca kitab suci Al-Qur’an menjadi materi pelajaran yang pertama kali dipelajari. Sistem pendidikan di bawah asuhan dan pengawasan orang tua yang dilandasi rasa kasih sayang dan sikap ikhlas, mampu menjadikan KH. Ahmad Dahlan sebagai pribadi yang mampu memahami tehnik membaca dan menulis Al-Qur’an. Terbukti pada usia 8 tahun beliau sudah mampu membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. 

       KH. Ahmad Dahlan juga menuntut ilmu-ilmu agama pada ulama lain, sehingga pengetahuannya terus bertambah dan semakin luas. Setelah dinilai cukup menguasai pengetahuan agama, KH. Abu Bakar memerintahkan beliau untuk pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuan agama. KH. Ahmad Dahlan berangkat ke Mekah pada tahun 1883. Diantara kitab-kitab yang sering beliau kaji adalah Kitab Tauhid karangan Syekh Mohammad Abduh, Tafsir Juz Ama karangan Syekh Mohammad Abduh, Kanzul Ulum dan Dairotul Ma’arif karangan Farid Wajdi, Fil Bid’ah karangan Ibnu Taimiyah, Tafsir Al Manar karangan Sayid Rasyid Ridha, dan masih banyak lagi. 

        Menjelang kepulangannya dari Mekah, beliau menemui Imam Syafi’i Sayyid Bakri Syatha untuk mengubah nama. Tradisi pada masa itu setiap haji yang akan kembali ke tanah air akan menemui seorang ulama untuk memberikan nama arab yang di depannya ditambah kata Haji sebagai pengganti nama lamanya. Muhammad Darwis mendapatkan nama baru, yaitu Haji Ahmad Dahlan. 

        KH. Ahmad Dahlan belajar ilmu fiqih dan nahwu kepada kakak iparnya, Haji Muhammad Saleh dan Kyai Haji Muhsin, belajar ilmu falak kepada Kiai Raden Haji Dahlan, belajar hadis kepada Kiai Mahfudh dan Syekh Khayyat, belajar qira'ah kepada Syekh Amin dan Bakri Satock, belajar ilmu bisa atau racun binatang kepada Syekh Hasan. Selain itu, beliau juga belajar kepada Kyai Haji Abdul Hamid, Kyai Muhammad Nur, R. Ng. Sosrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan Syekh M. Jamil Jambek. Setelah merasa memiliki bekal ilmu yang cukup, Kiai Haji Abu Bakar menugaskan beliau untuk mengajar anak-anak pada siang dan sore hari bertempat di langgar ayahnya. Kegiatan belajar orang dewasa tetap dipimpin oleh Kyai Haji Abu Bakar. KH. Ahmad Dahlan mengikuti kegiatan tersebut dengan tekun. Jika ayahnya berhalangan mengajar, beliau sendiri yang akan menggantikan. Aktivitas inilah yang kemudian mengantarkannya dipanggil sebagai kyai. 

        KH. Ahmad Dahlan tidak hanya memfokuskan kegiatannya untuk dakwah saja, beliau juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berbekal modal uang 500 gulden dari bapaknya, KH. Dahlan menekuni usaha batik dan perdagangan. Pada 1903 beliau berangkat kembali ke Mekah disertai dengan anaknya Muhammad Siradj yang saat itu masih berumur enam tahun. Mereka menetap selama dua tahun di sana untuk memperdalam pengetahuan agama. KH. Ahmad Dahlan belajar secara langsung dari ulama-ulama ternama di Mekah yang berasal dari Indonesia. Diantara guru-gurunya tersebut tercatat nama Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Machfud dari Tremas, Kiai Muhtaram dari Banyumas, dan Kiai Asy’ari dari Bawean. Selama di Mekah, KH. Ahmad Dahlan juga bersahabat karib dengan Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya dan Kiai Fakih dari Maskumambang. KH. Ahmad Dahlan mempelajari pemikiran-pemikiran pembaharuan agama tidak hanya kepada ulama-ulama yang berada di Timur Tengah, tapi juga belajar kepada Ali Soorkati seorang ulama keturunan Sudan yang sudah lama hidup di Jawa. Pertemuan mereka menghasilkan kesepakatan bahwa KH. Ahmad Dahlan akan mendirikan Muhammadiyah untuk menampung masyarakat bumi putera, sedang Ali Soorkati mendirikan Al-Irsyad untuk mewadahi masyarakat Arab. 

        Pada 1906 KH. Ahmad Dahlan kembali ke Yogyakarta disertai dengan tekad dan keyakinan untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan di tanah air. Pendidikan dianggap sebagai tempat yang tepat untuk mengembangkan gagasannya, karena itu beliau memilih menjadi pengajar untuk masyarakat di Kauman. KH. Ahmad Dahlan juga menjadi pengajar untuk sekolah Kweekschool di Yogyakarta dan OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) sebuah sekolah untuk pegawai bumi putera di Magelang. Pada saat yang bersamaan, sultan juga mengangkatnya menjadi abdi dalem dengan jabatan khatib tetap di Masjid Gede Kauman.

B.   Karya-karyanya

        KH. Ahmad Dahlan tidak banyak meninggalkan karya-karya dalam bentuk tulisan. Beliau lebih mengedapakan sosok praktisi. Prestasi KH. Ahmad Dahlan dalam pembaharuan Islam ditandai dengan keberhasilannya mendirikan perkumpulan Muhammadiyah dan Sarekat Islam pada tahun 1912. Atas perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan dukungan dari berbagai pihak, organisasi Muhammdiyah secara resmi didirikan pada 18 November 1912 atau 8 Dzulhijah 1330 H setelah memperoleh izin dari pemerintah.

    Atas besarnya jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan di Indonesia, maka beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1961.

C.   Kontribusi KH. Ahmad Dahlan dalam mengembangkan Hadis di Indonesia

          KH. Ahmad Dahlan selain sebagai tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah, beliau juga berperan aktif dalam dunia pendidikan. Beliau melakukan pembaharuan dalam bidang kurikulum dan metode pendidikan. Pertama, beliau memasukkan mata pelajaran umum ke dalam pendidikan lembaga pendidikan Islam. Kedua, mengajarkan pendidikan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah Belanda. Terobosan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan tidak hanya berhenti pada substansi pengajaran. Beliau juga mengangkat citra pendidikan Islam dari yang bersifat non formal menjadi sekolah formal. KH. Ahmad Dahlan telah berhasil meletakkan landasan lahirnya pendidikan modern.  


Baca juga 👉http://bit.ly/BiografiMbahHasyimAyari

____________________________
Referensi :

[1] Nasional, Tim Museum Kebangkitan. K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923), (Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

[2] Mujadid, "Mengapa KH Ahmad Dahlan tak Berkarya Tulis?" https://www.republika.id/posts/49339/mengapa-kh-ahmad-dahlan-tak-berkarya-tulis#:~:text=Sang%20pendiri%20Muhammadiyah%20tidak%20mewariskan,dan%20sekaligus%20pahlawan%20nasional%20Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar